Perasaan Bersalah Menjadi Awal Pacuan Untuk Donor
Penulis: Dian Trisno
Pengalaman ini terjadi 23 tahun lalu yaitu tahun 1998. Saat itu saya bekerja di perusahaan jasa kebersihan di sebuah Mall besar di Jakarta sebagai Team Leader yang memiliki banyak sekali karyawan. Orang tua dari klien saya masuk rumah sakit dan membutuhkan tranfusi darah, meminta bantuan saya agar ada yang bersedia mendonorkan darah sesegera mungkin. Mendapat kabar seperti itu saya langsung melanjutkan informasi ke team.
Sehari kemudian keadaan pasien semakin kritis dan belum juga dapat orang yang bersedia mendonorkan darahnya. Maklum saat itu masih sangat minim sosialisasi mengenai donor darah sehingga kesadaran masyarakat masih sangat kecil termasuk pada diri saya sendiri. Saya memberanikan diri. Jujur saja saat itu saya belum pernah donor dan sangat takut jarum suntik.
Saya menggunakan angkutan umum untuk sampai ke PMI karena kondisi pasien semakin kritis. Sesampainya di PMI keluarga dari klien sudah menunggu dengan raut muka sedih dan duka yang mendalam mengabarkan bahwa orang tua klien sudah meninggal dunia. Sontak saya kaget dan merasa sangat bersalah karena menunda-nunda untuk donor darah yang saat itu sangat dibutuhkan.
Sejak saat itu saya berjanji untuk selalu donor darah untuk siapapun yang membutuhkan. Hingga saat ini saya sudah 152 kali mendonorkan darah dan sudah mendapatkan penghargaan dari Presiden RI Bapak Joko Widodo sebagai Tanda Kehormatan Satyalancana Kebaktian Sosial tahun 2017 di Istana Bogor. Demikian cerita pengalaman, saya akan terus donor dan mengajak keluarga serta teman-teman lainya.